Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya dengan pemberian bunga setelah jangka waktu tertentu. Dalam penyaluran kredit, bank sebagai kreditur selalu bersinggungan dengan risiko kredit atas penyaluran dana tersebut, oleh karena adanya kemungkinan bahwa nasabah lalai dalam melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan bank atau dapat dengan kata lain bank tidak dapat memperoleh cicilan pokok dari hasil kredit yang telah diberikan kepada nasabah. Terlalu mudahnya bank dalam pemberian kredit kepada nasabah menjadi penyebab timbulnya risiko kredit, sehingga pada praktiknya penyaluran kredit dari bank kepada nasabah sering kali tidak mendapatkan feedback yang diinginkan oleh bank, hal ini disebut dengan Non-Performing Loan (NPL).
Kegagalan nasabah dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian kredit dengan bank dengan/tanpa alasan hukum yang jelas disebut dengan wanprestasi, dimana selanjutnya kreditor dalam hal ini adalah bank dapat menuntut ganti rugi maupun pembatalan atas perjanjian kredit tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1236 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. yang berbunyi:
“Si berhutang adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi, dan bunga kepada si berpiutang, apabila ia telah membawa dirinya dalam keadaan tidak mampu untuk menyerahkan kebendaannya, atau telah tidak merawat sepatutnya guna menyelamatkannya”.
Selanjutnya juga diatur dalam Pasal 1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur tentang perikatan-perikatan untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, yang berbunyi:
“Tiap-tiap perikatan untuk bertindak sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berhutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiaban memberikan pengganti biaya, rugi dan bunga”.
Pada praktiknya dalam suatu perjanjian kredit, Bank mensyaratkan adanya agunan atau jaminan bagi para debitur untuk menjamin pelunasan kredit apabila debitur tidak mampu membayar atau melunasi kreditnya tersebut, sehingga Bank dapat langsung melakukan eksekusi terhadap asset debitor melalui mekanisme parate executie atau proses eksekusi terhadap aset (biasanya melalui lelang) tanpa putusan pengadilan. Salah satu bentuk penyelesaian kredit macet yang dilakukan oleh Bank adalah melalui pengambilalihan aset/jaminan milik debitur atau lebih dikenal dengan istilah Agunan Yang Diambil Alih (selanjutnya disebut sebagai AYDA) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 15 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia No. 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum (selanjutnya disebut “PBI 40/2019”), berbunyi:
“Agunan yang Diambil Alih yang untuk selanjutnya disebut AYDA, adalah aset yang diperoleh Bank, baik melalui pelelangan maupun diluar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank.”
Permasalahan di dalam penulisan ini ialah bagaimana Upaya penyelesaian kredit bermasalah melalui mekanisme AYDA? Pada pelaksanaan AYDA dilakukan dengan 2 (dua) tahapan. Diantaranya adalah tahapan perolehan AYDA dan tahapan penyelesaian AYDA. Tahap Perolehan adalah tahapan dimana bank selaku kreditor bersama dengan debitur melakukan perjanjian Kredit yang menyertakan agunan yang kemudian disepakati tindakan hukum terhadap agunan tersebut apabila debitor tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana telah disepakati di dalam perjanjian kredit, sehingga terhadap agunan tersebut dimungkinan terjadi praktik AYDA dan ditandai dengan set off kredit apabila bank berhasil melakukan pencairan terhadap objek AYDA tersebut. Sedangkan tahap penyelesaian terfokus pada bagaimana cara Bank dalam melakukan penjualan terhadap objek AYDA untuk mendapatkan recovery. Proses AYDA terhadap barang-barang agunan pada umumnya dapat dilakukan melalui 3 (tiga) cara, yakni: 1. Melalui mekanisme lelang; 2. Melalui penyerahan secara sukarela dari Debitor atau pemilik agunan; dan 3. Melalui mekanisme penjualan dengan membuat Kuasa Jual, dengan penjelasan sebagai berikut:
I. AYDA Yang Dilakukan Melalui Pelelangan
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang tepatnya di dalam pasal 87 menjelaskan bahwa Bank selaku kreditor dapat membeli agunan sebagaimana tercantum di dalam Perjanjian Kredit dalam pelaksanaan lelang, dimana Bank wajib menyampaikan surat pernyataan dalam bentuk akte notaris kepada Pejabat lelang yang berisikan bahwa pembelian tersebut diperuntukkan untuk pihak lain yang akan ditunjuk kemudian dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal pelaksanaan lelang, sehingga apabila jangka waktu terlampaui maka Bank ditetapkan sebagai pembeli. Setelah Bank telah diputuskan sebagai pemenang lelang yang tertera dalam risalah lelang.
Selanjutnya sebagai tambahan informasi, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XVIII/2020, diketahui bahwa pada pokoknya telah ada pengujian terhadap Pasal 12A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang sebelumnya mengatur bahwa hanya Bank Umum yang dapat melakukan AYDA, menjadi Bank Umum serta Bank Perkreditan Rakyat juga dapat melakukan AYDA, yang kemudian ketentuan mengenai hak BPR dalam melakukan AYDA dituangkan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Oleh karena itu, kehadiran Bank Umum dan BPR selaku peserta lelang dapat diterima oleh Kepala KPKNL.
Selanjutnya apabila status Objek AYDA merupakan Hak Milik dari perorangan perlu adanya degradasi dari Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan, hal tersebut diperlukan apabila Bank yang melakukan mekanisme AYDA ialah Bank Swasta saja, dimana Bank-Bank yang didirikan oleh Negara dapat mempunyai hak milik atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 jo. Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah.
Hak Milik melalui pelelangan umum dan hendak diubah menjadi Hak Guna Bangunan perlu diajukan permohonan pendaftaran perubahan Hak Milik menjadi HGB diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.
Terhadap objek AYDA, Bank wajib untuk melakukan Upaya penyelesaian dengan cara menjual atau mencairkan objek AYDA tersebut kepada pembeli baru tanpa jangka waktu, oleh karena hal yang diatur di dalam Pasal 37 PBI 40/2019 hanya mengatur mengenai penetapan sehubungan dengan kualitas dari objek AYDA. Selanjutnya apabila Bank sudah menjual objek AYDA kepada pembeli yang baru tentu saja pembeli dapat memiliki dan menguasai objek tersebut.
II. AYDA Melalui Penyerahan Secara Sukarela Dari Debitor Atau Pemilik Agunan
Eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan dengan pelaksanaan Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) yang dibuat berdasarkan kesepakatan atau persesuaian kehendak antara kreditur dalam hal ini Bank dengan debitur berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh debitor atau pemilik agunan dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank.
Dalam Pasal 64 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia No. 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan mengatur tentang pengambilalihan atau penarikan agunan oleh Bank berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh debitor atau pemilik agunan wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- Konsumen terbukti wanprestasi;
- Konsumen sudah diberikan surat peringatan; dan
- PUJK memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan, dan/atau sertifikat hipotek.
III. AYDA Yang Dilakukan Dengan Cara Membuat Pernyataan Kepemilikan Dan Kuasa Jual
Kuasa untuk menjual merupakan kuasa yang diperuntukkan guna memindahtangankan benda yang sejatinya hanya dapat dilakukan oleh pemiliknya saja. Maka dari itu, sehubungan dengan kuasa menjual ini, perlu adanya suatu pemberian kuasa dari pemilik agunan kepada pihak bank yang secara tegas disebutkan di dalam Akta Perjanjian Kredit antara Bank dengan Debitor atau pemilik agunan sebagaimana diatur di dalam Pasal 1796 KUHPerdata.
AYDA yang dilakukan dengan cara membuat Pernyataan Kepemilikan dan Kuasa Jual secara notariil antara calon pembeli yang ditunjuk oleh bank (umumnya calon pembeli yang ditunjuk oleh bank adalah karyawan dan bank itu sendiri) dan debitur atau pemilik jaminan yang isinya antara lain menyatakan bahwa jaminan berupa tanah dan bangunan milik debitur atau milik pihak lain yang telah disetujui untuk dijaminkan yang dibeli tersebut bukan merupakan milik pembeli, tetapi merupakan milik bank.
Dalam pelaksanaan AYDA ini, Pihak Bank selaku kreditor juga wajib memperhitungkan harga pembelian Agunan dengan kewajiban Nasabah atau Debitor yang berhutang, oleh karena Bank harus mengembalikan kepada Debitor apabila nilai Agunan melebihi kewajiban Debitor sebagaimana diatur dalam Pasal 12A ayat 3 dan 4 Undang-Undang No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, dimana jumlah yang harus dikembalikan tersebut merupakan jumlah yang telah dikurangi dengan biaya lelang maupun biaya langsung terkait dengan Agunan.
Demikian pembahasan pada artikel ini, apabila ada informasi yang perlu didiskusikan mengenai penyelesaian kredit bermasalah melalui mekanisme Agunan yang Diambil Alih (AYDA), maka anda dapat menghubungi kami di TRNP Law Firm untuk mendapatkan informasi terkait hal tersebut dengan lebih aktual.