News & Insights

ON GOING CONCERN DALAM KEPAILITAN

News & Insights

Dalam kepailitan, setelah debitor dinyatakan pailit berdasarkan suatu putusan pengadilan niaga maka debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta pailit, sehingga kewenangan untuk melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit berada pada kurator dengan dibawah pengawasan hakim pengawas. Kewenangan kurator tersebut diatur dalam Pasal 24 jo. Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUK PKPU”), dimana kurator berwenang melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit meskipun adanya pengajuan upaya hukum kasasi maupun peninjauan kembali terhadap putusan pailit, mengingat putusan pailit bersifat serta merta (uitvoorbaar bij voorraad) yakni putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun terdapat suatu upaya hukum.

Bentuk pengurusan dan/atau pemberesan yang dapat dilakukan oleh kurator terhadap harta debitor pailit salah satunya yaitu melanjutkan usaha debitor pailit sebagaimana yang dikenal dengan asas kelanjutan usaha atau on going concern pada hukum kepailitan, yang mana on going concern merupakan kelangsungan usaha debitor pailit yang dijalankan oleh kurator.

Inisiasi on going concern dapat berasal dari kreditor maupun kurator, yang pada umumnya usulan on going concern timbul karena adanya pandangan bahwa perusahaan yang telah dinyatakan pailit masih memiliki prospek untuk dilanjutkan usahanya dan dapat menguntungkan harta pailit. Dengan pertimbangan tersebut diharapkan kurator mampu memaksimalkan harta pailit sekaligus menyelamatkan aset debitor pailit agar tetap berfungsi dan bernilai, yang dengan begitu dapat melunasi seluruh utang debitor pailit kepada kreditor. Demikian agar on going concern tidak sia-sia, sudah sepatutnya sebelum menerapkannya perlu mengukur kemampuan perusahaan pailit tersebut dari berbagai aspek, termasuk rasio keuntungan hingga potensi kegagalannya.

Berdasarkan UUK PKPU, on going concern dapat dilakukan sebelum dan sesudah dilaksanakannya rapat verifikasi (pencocokan piutang) sebagaimana diatur dalam Pasal 104 ayat (1) dan Pasal 179 ayat (1) UUK PKPU.

Ketika debitor telah dinyatakan pailit berdasarkan suatu putusan pengadilan niaga maka selanjutnya atas persetujuan panitia kreditor (jika ada), kurator dapat melaksanakan on going concern dengan mekanisme yang diatur dalam Pasal 104 ayat (1) jo. Pasal 84 UUK PKPU (Vide Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UUK PKPU) sebelum dilaksanakannya rapat verifikasi (pencocokan piutang). Dimana Panitia kreditor dapat menyetujui atau tidak menyetujui usulan on going concern, tetapi karena kurator tidak terikat dengan pendapat dari panitia kreditor maka kurator dapat menolaknya dengan pemberitahuan (Vide Pasal 84 ayat (1) dan (2) UUK PKPU), kemudian jika panitia kreditor keberatan atas penolakan kurator terhadap pendapatnya tersebut maka panitia kreditor dapat meminta penetapan kepada hakim pengawas dan kurator wajib menangguhkan pelaksanaan on going concern selama 3 (tiga) hari (Vide Pasal 84 ayat (3) dan (4) UUK PKPU).

Namun sekalipun tidak terdapat panitia kreditor dalam perkara pailit tersebut, kurator tetap dapat mengusulkan dan melaksanakan on going concern dengan izin dari hakim pengawas yang diberikan dalam bentuk penetapan sebelum diselenggarakannya rapat verifikasi (pencocokan piutang) sebagaimana hal ini diatur pada halaman 55 s.d. 56 Buku II Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan PKPU Mahkamah Agung RI jo. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 109/KMA/SK/IV/2020 tentang Pemberlakuan Buku Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan PKPU (“Buku II Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan PKPU MA RI”).

Hal yang berbeda untuk usulan on going concern yang diajukan setelah dilaksanakannya rapat verifikasi (pencocokan piutang), dalam hal ini usulan on going concern dapat diajukan oleh kreditor maupun kurator setelah harta pailit demi hukum berada dalam keadaan insolvensi yang bilamana dalam rapat tersebut tidak ditawarkan rencana perdamaian atau rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima (Vide Pasal 179 ayat (1) jo. Pasal 178 ayat (1) UUK PKPU). Dimana atas usulan tersebut selanjutnya hakim pengawas wajib mengadakan rapat kreditor paling lambat 14 (empat belas) hari setelah usulan disampaikan. Demikian untuk dapat diterimanya usulan on going concern oleh hakim pengawas, maka usulan harus disetujui oleh kreditor yang mewakili lebih dari ½ (satu perdua) dari semua piutang yang diakui dan diterima dengan sementara, yang tidak dijamin dengan hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya terlebih dahulu (Vide Pasal 180 ayat (1) UUK PKPU). Catatan: ketentuan mengenai on going concern yang dilakukan setelah dilaksanakannya rapat verifikasi (pencocokan piutang) lebih lanjut dapat dilihat pada Pasal 179 s.d. 184 UUK PKPU dan poin 17.1 halaman 67 Buku II Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan PKPU MA RI.

Namun selain daripada mekanisme pelaksanaan on going concern yang telah diuraikan diatas, penerapan on going concern baik sebelum maupun setelah dilaksanakannya rapat verifikasi (pencocokan piutang) dapat sewaktu-waktu dihentikan oleh hakim pengawas melalui permintaan kurator maupun kreditor (Vide Pasal 183 ayat (1) UUK PKPU), yang mungkin dikarenakan on going concern dipandang tidak lagi memberikan manfaat bagi kreditor, maka on going concern tersebut dapat dihentikan.

Bahwa konsekuensi yuridis dihentikannya on going concern adalah kurator harus segera melakukan pemberesan tanpa perlu persetujuan atau mendapat bantuan dari debitor (Vide Pasal 184 ayat (1) huruf b UUK PKPU). Hal ini dikarenakan debitor pailit demi hukum sudah berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana sejalan dengan konsep pemberlakuan kepailitan yang dijelaskan oleh Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul “Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek” (Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, halaman 65). Selanjutnya, kurator dapat meminta pernyataan insolvensi secara tertulis kepada panitera yang diberikan dalam bentuk berita acara bilamana diperlukan untuk mendukung proses pemberesan harta pailit (Vide poin 16.3 halaman 67 Buku II Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan PKPU MA RI).

Akibat hukum on going concern yang dihentikan adalah penjualan harta pailit sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 185 UUK PKPU dan peraturan lainnya mengenai penjualan harta pailit, serta jika diperlukan hakim pengawas dapat mengadakan rapat kreditor untuk mengoordinasikan cara pemberesan harta pailit tersebut (Vide Pasal 187 UUK PKPU). Kemudian, kurator membuat daftar pembagian harta pailit dan meminta persetujuannya kepada hakim pengawas (Vide Pasal 189 UUK PKPU). Hal ini tetap dapat dilakukan walaupun hasil penjualan harta pailit yang ada belum cukup melunasi seluruh utang debitor pailit kepada kreditor, karena berlaku asas pari passu pro rata parte yakni hasilnya tetap akan dibagikan secara proporsional (Vide Pasal 176 UUK PKPU), yang apabila daftar pembagian harta pailit tersebut telah dicocokan atau pembagian penutup menjadi mengikat, maka kepailitan menjadi berakhir (Vide Pasal 202 ayat (1) UUK PKPU). Namun, jika sebelumnya terdapat pembagian yang dicadangkan karena sewaktu pemberesan tidak mencukupi pembayarannya dan dikemudian hari terdapat harta pailit yang tidak diketahui pada waktu pemberesan, maka kurator atas perintah pengadilan dapat membuka kembali kepailitan tersebut berdasarkan daftar pembagian harta pailit yang dahulu (Vide Pasal 203 jo. Pasal 198 ayat (3) UUK PKPU).

Bahwa berakhirnya kepailitan tidak serta merta membuat Perseroan dari debitor pailit bubar, sehingga badan hukumnya masih memiliki eksistensi. Oleh karena itu, Perseroan dari debitor pailit yang telah dinyatakan berada dalam keadaan insolvensi dan telah selesainya pemberesan harus dilakukan likuidasi sebagaimana diatur dalam Pasal 142 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”). Likuidasi merupakan rangkaian dalam pembubaran Perseroan dari debitor pailit yang mekanismenya diatur dalam Pasal 142 s.d. 152 UU PT jo. angka 19 halaman 72 Buku II Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan PKPU MA RI. Lebih lanjut, setelah proses likuidasi berakhir maka Menteri Kemenkumham (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) akan mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dari debitor pailit dan menghapus nama Perseroan tersebut dari daftar Perseroan.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa asas kelanjutan usaha atau on going concern dalam kepailitan berperan penting bagi seluruh pihak dalam kepailitan. Karena on going concern ditujukan untuk menambah harta pailit dan diharapkan setelah dilakukannya pemberesan dapat memberikan nilai tambah pada saat proses pembagian harta pailit kepada kreditor. Namun demikian, hal yang tetap perlu dipertimbangkan sebelum mengusulkan untuk dilakukannya on going concern adalah kemungkinan terjadinya kegagalan on going concern, yakni bukan hal yang tidak mungkin justru on going concern menjadi mimpi buruk bagi seluruh pihak dalam kepailitan bilamana tidak berjalan sesuai dengan perencanaan, baik karena tidak menambah harta pailit atau bahkan membuat nilai harta pailit menjadi berkurang, sehingga menimbulkan kerugian terhadap harta pailit.

Demikian pembahasan artikel pada kali ini, apabila ada hal yang ingin didiskusikan mengenai on going concern dalam kepailitan yang mungkin sedang atau sekiranya akan anda hadapi, maka dapat menghubungi kami di TRNP Law Firm untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.

We take processes apart, rethink, rebuild, and deliver them back working smarter than ever before.