Cessie merupakan pengalihan atas kebendaan bergerak tak berwujud (intangible goods), yang berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga, dimana seseorang menjual hak tagihnya kepada orang lain.
Menurut Subekti, cessie adalah pemindahan hak piutang dari orang berpiutang lama dengan seorang yang berpiutang baru, pemindahan itu harus dilakukan dengan akta otentik atau dibawah tangan, jadi tidak boleh hanya dengan lisan atau penyerahan piutangnya saja dan pemindahan piutang tersebut baru akan berlaku terhadap si berutang ketika akta cessie tersebut diberitahukan secara resmi (betekend) kepada debitur.
Selanjutnya jika mengacu pada bunyi Pasal 613 KUHPerdata bahwa Cessie yaitu,
“Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berhutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya; penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosemen surat itu.”
Berdasarkan penjelasan ahli di atas dan kaitannya dengan Pasal 613 KUHPerdata, maka dipahami bahwa seorang kreditur dapat melakukan pemindahan piutang kepada pihak lain melalui metode cessie yang kemudian disebut sebagai kreditur baru. Oleh karena itu, terdapat setidaknya 3 (tiga) pihak yang terlibat dalam cessie yaitu: pertama, pihak yang menyerahkan tagihan atas nama (kreditur asal), yang disebut cedent; kedua, pihak yang menerima penyerahan (kreditur baru), yang disebut cessionaris; dan ketiga, pihak yang punya utang (debitur), yang disebut cessus.
Sebelum membahas lebih jauh terkait pengalihan sebagian piutang oleh Kreditor dalam rangka pengajuan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut dengan “PKPU“), maka perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang PKPU sebagaimana diatur dalam Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut dengan “UU Kepailitan“). Adapun syarat dalam mengajukan permohonan PKPU yaitu, adanya 2 (dua) kreditor atau lebih yang salah satu utangnya telah jatuh tempo dan dapat di tagih serta dapat dibuktikan secara sederhana sebagaimana ketentuan Pasal 222 ayat (2) Jo. Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan.
Bahwa ketentuan Pasal 613 KUHPerdata tidak mengatur sejauh apa pengalihan piutang yang dapat dilakukan, artinya Kreditur diberikan keleluasaan untuk melakukan pengalihan piutang baik secara keseluruhan maupun sebagian kepada Pihak Lain, sepanjang pengalihan piutang tersebut dilakukan dengan akta dan telah diberitahukan kepada Debitur. Kondisi demikian tentu merupakan celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh Kreditur dalam rangka pengajuan Permohonan PKPU dan/atau Pailit terkait pemenuhan syarat adanya 2 (dua) Kreditur atau lebih.
Dengan adanya pengalihan sebagian piutang tersebut akan menempatkan Pihak Lain yang menerima pengalihan piutang sebagai Kreditor dari Debitur yang akan dimohonkan PKPU. Pengalihan piutang tersebut akan sah menurut hukum sejak telah dilakukannya pemberitahuan kepada Debitur, sebagaimana ketentuan Pasal 613 KUHPdt dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2012 tentang Rumusan Hasil Rapat Pleno Bagi Pengadilan pada bagian Rapat Kamar Perdata Khusus yang menyatakan (selanjutnya disebut dengan “SEMA Nomor 07 Tahun 2012“):
“kapan pengertian Cessie dapat dikatakan sebagai Kreditur dari Debitur yang dimohonkan pailit? Setelah penyerahan itu diberitahukan kepada Debitur, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya (Pasal 613 ayat (2) KUHPerdata).”
Sehubungan dengan hal tersebut, faktanya Pengadilan Niaga mengakui praktik pengalihan sebagian piutang oleh Kreditor kepada Pihak Lain dalam rangka pengajuan Permohonan PKPU. Hal ini didapati pada perkara di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sebagaimana Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 310/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Jkt.Pst, yang amar pertimbangan putusan berbunyi:
“Menimbang bahwa berdasarkan bukti P-9 dan bukti Termohon, bukti T-6, menerangkan Pemohon PKPU yang selah mengalihkan sebagian hak tagihnya kepada ADREW WINATA KHOO, yang dilakukan dengan akta notaris, … telah memberitahukan penyerahan hak tagih tersebut kepada termohon, … sehingga kedudukan pemegang Cessie dapat diakui sebagai kreditor lain yang mempunyai hak tagih kepada Debitor.”
Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Niaga diats telah memberikan landasan hukum bagi Kreditur untuk mengalihkan sebagian piutangnya kepada Pihak Lain, untuk kemudian Pihak tersebut dapat diklasifikasikan sebagai Kreditor Lain sehingga terpenuhinya syarat untuk dapat dikabulkannya Permohonan PKPU tersebut.
Namun dalam praktiknya, Pengadilan Niaga juga pernah menolak Permohonan PKPU oleh Pemohon PKPU yang telah mengalihkan sebagian piutangnya kepada Pihak Lain, tetapi hal ini bukan dikarenakan Pengadilan Niaga tidak membenarkan tindakan pengalihan sebagian piutang tersebut kepada Pihak Lain, hanya saja Pemohon PKPU melakukan kekeliruan dalam Permohonan PKPU yang diajukan, dikarenakan Pemohon PKPU menyatakan memiliki piutang dengan besaran nilai yang termasuk juga nilai piutang yang telah dialihkan kepada Pihak Lain, sehingga Pengadilan Niaga berpandangan bahwa piutang yang dimiliki antara Pemohon PKPU dengan Kreditor Lain tersebut berasal dari satu sumber yang sama.
Hal ini didapati pada perkara di Pengadilan Niaga Semarang sebagaimana Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor 42/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg, yang amar pertimbangan putusan berbubnyi:
“Menimbang, bahwa menurut hemat Majelis, walaupun telah dialihkan/dicessiekan kepada Ahmad Andreas karena berasal dari sumber yang sama maka substansinya hanya satu utang, sehingga tidak dapat dikatakan sebagai kreditur lain …”
Sehubungan dengan penjelasan diatas, maka saat ini Pengadilan Niaga mengakui terhadap tindakan dialihkannya sebagian piutang oleh Kreditur kepada Pihak Lain, sehingga hal demikian dapat menjadi celah hukum bagi Pemohon PKPU yang kesulitan untuk menemukan adanya Kreditor Lain. Dimana Pemohon PKPU tersebut dapat mengalihkan sebagian piutangnya kepada kreditor lain sebelum mengajukan permohonan PKPU. Namun dalam melakukan tindakan tersebut, perlu terlebih dahulu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
-
Pengalihan sebagian piutang tersebut, dilakukan sebaiknya dengan Akta Otentik yang dibuat dihadapan Notaris mengingat Akta Otentik merupakan bukti yang sempurna sebagaimana ketentuan Pasal 1870 KUHPdt.
-
Pengalihan sebagian piutang tersebut, telah disetujui atau diakui atau telah dilakukan pemberitahuan atas Akta Perjanjian Pengalihan Piutang oleh cedent dan cesionaris kepada cesus sebagaimana ketentuan Pasal 613 KUHPdt.
-
Dalam Permohonan PKPU, perlu untuk dipisahkan nilai tagihan antara Kreditur (cedent) sebagai Pemohon PKPU dan Kreditur lain sebagai cessiionaris
Apabila ketentuan diatas telah dilakukan oleh Pemohon PKPU, maka dapat berpotensi memenuhi ketentuan Pasal 222 ayat (2) Jo Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan.
Demikian pembahasan didalam artikel ini, apabila terdapat hal-hal yang ingin didiskusikan terkait Pengalihan Piutang melalui mekanisme Cessie atau dalam hal hendak mengajukan Permohonan PKPU atau Pailit dalam rangka untuk diperolehnnya pelunasan piutang, maka dapat menghubungi kami untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.