Kepailitan merupakan suatu keadaan dimana seluruh kekayaan Debitor Pailit disita untuk dilakukan pengurusan dan pemberesan oleh Kurator dengan pengawasan dari Hakim Pengawas. Mekanisme kepailitan dimungkinkan dilakukan terhadap seorang Debitor lantaran keseluruhan aset Debitor merupakan jaminan dalam tiap-tiap perikatannya, sebagaimana ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata yang mengatur:
“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.”
Dimana keseluruhan aset Debitor tersebut bukan hanya menjadi jaminan salah seorang Kreditor melainkan menjadi jaminan bersama bagi semua Kreditor, sebagaimana ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata yang mengatur:
“Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.”
Kendati demikian perlu diketahui bahwa meskipun Debitor telah ditetapkan dalam keadaan pailit, tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa Debitor tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan kewajibannya kepada setiap Kreditor. Untuk itu, dalam proses kepailitan hanya dapat dilakukan sita umum terhadap semua kekayaan Debitor Pailit dan belum dapat dilakukan pemberesan dalam rangka pelunasan utang Debitor Pailit kepada setiap Kreditor. Pemberesan hanya dapat dilakukan setelah harta kekayaan Debitor Pailit dalam keadaan insolvensi. Mengacu kepada penjelasan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut sebagai “UU KPKPU”), maka yang dimaksud dengan insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar. Keadaan insolvensi demikian terjadi manakala Debitor telah ditetapkan dalam keadaan Pailit sebelumnya.
Keadaan insolvensi terjadi dalam hal terpenuhi keadaan-keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1) UU KPKPU. Adapun kondisi-kondisi yang mengakibatkan harta kekayaan Debitor Pailit ditetapkan dalam keadaan insolvensi, diantaranya sebagai berikut:
- Dalam Rapat Pencocokan Piutang tidak ditawarkan Rencana Perdamaian;
- Rencana Perdamaian ditolak atau tidak diterima oleh Para Kreditor;
- Pengadilan menolak untuk mengesahkan perdamaian.
Berkenaan dengan penyebab insolvensi dikarenakan Pengadilan menolak untuk mengesahkan perdamaian, maka terdapat beberapa alasan Pengadilan dapat menolak pengesahan perdamaian dalam proses Kepailitan diantaranya:
- Harta Debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian;
- Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin; dan/atau
- Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu atau lebih Kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah Debitor atau pihak lain bekerjasama untuk mencapai hal ini.
(Vide Pasal 159 UU KPKPU).
Selain itu, insolvensi juga dapat terjadi manakala terdapat pembatalan terhadap pengesahan Perdamaian (Homologasi), baik Perdamaian yang dicapai dalam proses Kepailitan maupun Perdamaian yang dicapai dalam proses PKPU. Pembatalan terhadap pengesahan Perdamaian (Homologasi) dapat terjadi apabila Debitor tidak melaksanakan Rencana Perdamaian yang telah disahkan (Homologasi) (Vide Pasal 170 ayat (1) UU KPKPU). Dimana pembatalan terhadap pengesahan Perdamaian (Homologasi) tersebut dapat diajukan oleh Kreditor dan apabila pembatalan Perdamaian tersebut dikabulkan oleh Pengadilan, maka terhadap harta kekayaan Debitor dinyatakan dalam keadaan insolvensi. Atas dasar hal tersebut, maka Kurator wajib seketika memulai pemberesan terhadap harta pailit (Vide Pasal 175 ayat (2) UU KPKPU). Kondisi demikian berlaku juga terhadap pembatalan Perdamaian yang dicapai dalam proses PKPU, dimana dalam hal terjadi pembatalan terhadap pengesahan Perdamaian, maka Debitor bukan hanya dinyatakan dalam keadaan pailit melainkan juga harta kekayaan Debitor dinyatakan dalam keadaan insolvensi (Vide Pasal 291 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 292 UU KPKPU). Sebagai tambahan, mengacu kepada Penjelasan Pasal 292 UU KPKPU, maka insolvensi juga dapat terjadi apabila dalam proses PKPU, Pengadilan menolak untuk mengesahkan Rencana Perdamaian yang sudah disetujui oleh Kreditor, dikarenakan terpenuhi keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (2) UU KPKPU.
Barulah setelah harta kekayaan Debitor Pailit ditetapkan dalam keadaan insolvensi, dapat dilakukan pemberesan oleh Kurator terhadap harta kekayaan Debitor Pailit, dimana Kurator akan melakukan penjualan terhadap harta kekayaan Debitor Pailit dimuka umum atau dibawah tangan dengan persetujuan Hakim Pengawas sebagaimana ketentuan Pasal 185 ayat (1) dan ayat (2) UU KPKPU. Kurator hanya dapat melakukan penjualan dibawah tangan dalam hal sebelumnya telah dilakukan terlebih dahulu penjualan di depan umum minimal 2 (dua) kali dibuktikan dengan risalah lelang (Vide Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 109/KMA/SK/IV/2020 tentang Pemberlakuan Buku Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang – Buku II Huruf A Poin 17.2.7).
Selanjutnya, selain melakukan penjualan terhadap harta kekayaan Debitor Pailit, Kurator juga menyusun Daftar Pembagian untuk dimintakan persetujuan kepada Hakim Pengawas, yang memuat:
- Rincian penerimaan dan pengeluaran termasuk di dalamnya upah Kurator;
- Nama Kreditor;
- Jumlah yang dicocokan dan tiap-tiap piutang;
- Bagian yang wajib diterimakan kepada Kreditor.
(Pasal 189 ayat (1) dan ayat (2) UU KPKPU)
Dimana Daftar Pembagian yang telah ditetapkan oleh Hakim Pengawas tersebut menjadi dasar bagi Kurator untuk melakukan pembayaran kepada Para Kreditor.
Dengan demikian berdasarkan uraian-uraian tersebut sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa meskipun Debitor telah ditetapkan dalam keadaan pailit, tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa Debitor tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan kewajibannya kepada setiap Kreditor, untuk itu terhadap Debitor Pailit baru diletakan sita umum terhadap semua kekayaannya dan belum dapat dilakukan pemberesan dalam rangka pelunasan utang Debitor Pailit kepada setiap Kreditor. Pemberesan hanya dapat dilakukan setelah harta kekayaan Debitor Pailit dalam keadaan insolvensi yang timbul dalam hal terjadi keadaan-keadaan sebagaimana uraian sebelumnya.